Seorang mahasiswa pasti mempunya ide yang akan dituangkan untuk kehidupan kedepan nya begitu pula mahasiswa ITS ini. Mahasiswa ini mendirikan
sebuah usaha tak harus bermodalkan uang tapi bisa juga dengan mengandalkan
konsep dan kreativitas. Tak asing lagi mahasiswa bernama Mahendra Ega
dan kedua temannya Dega Adi Pratama dan Rizki Yunianto. Mereka yang membuat
produk baru SEGO NJAMOER (nasi jamur), kini telah berhasil memiliki omzet yang cukup
besar. Sebagai gambaran, dalam sebulan mereka bisa menghabiskan dua ton jamur tiram segar dari petani untuk produksi SEGO NJAMOER
Usaha
yang mereka kembangkan ini bermula dari mengikut sertakan diri dalam Program
Kreativitas Mahasiswa di kampus Institut Teknologi 10 November Surabaya (ITS),
tempat mereka kuliah, pada tahun 2010. Lomba berkelompok di bidang
kewirausahaan yang diadakan Dirjen Dikti itu untuk mengasah kreatifitas
mahasiswa sebagai bekal kelak bila sudah terjun ke masyarakat. Setelah
mendapatkan modal Rp 5 juta, mereka pun segera bereksperimen membuat nasi
jamur.
Ide membuat nasi jamur ini datang dari Rizki, yang meniru dari Jepang. Kebetulan, semasa SMA ia pernah berkunjung ke negara matahari terbit itu saat mengikuti program pertukaran pelajar. Di Jepang sudah umum dijual makanan nasi dalam bentuk kemasan instan. Hanya saja di sana nasi-nya dicampur dengan ikan, bukan jamur. Sementara mereka memilih jamur karena sangat cocok diterapkan di Indonesia, dengan alasan selain rasanya yang enak, harganya pun murah, juga memiliki kandungan protein yang tinggi. Agar kemasan nasi jamur mereka mirip dengan kemasan nasi instan di Jepang, mereka pun sengaja mendatangkan cetakan nasi yang berasal dari Jepang pula.
Awalnya, lantaran tidak ada yang paham dengan dunia kuliner, ketika pertama kali merintis usaha nasi jamur, banyak kendala yang mereka hadapi. Sebelum menemukan formula yang cocok, mereka sempat berkali-kali menemui kegagalan dalam bereksperimen. Setelah dua bulan berjalan dan belajar ke sana kemari, barulah mereka bisa menemukan takaran yang pas. Baik tehnik memasak maupun bumbu apa saja yang dibutuhkan agar jamurnya terasa lezat. Kegiatan memproduksi nasi jamur itu mereka lakukan di rumah kontrakan yang mereka tempati bertiga.
Setelah sukses, nasi jamur itu pun mereka coba jual di kampus, terutama saat ada kegiatan. Untuk wadahnya saat itu masih sangat sederhana. Hanya dibungkus dengan kertas biasa. Namun yang menggembirakan, di awal berjualan nasi jamur yang dijual seharga Rp 2000 itu, dalam 10 menit mereka bisa menghabiskan 50 porsi.
Menyadari usahanya memiliki prospek baik, mereka kemudian mengajukan lagi untuk mengikuti Program Mahasiswa Wirausaha dari Dikti, yang setelah berhasil disetujui mereka akhirnya mendapatkan modal sebesar Rp 23 juta. Setelah uang itu cair, mereka langsung menggunakannya untuk membeli perlengkapan, mulai dari booth, memesan cetakan dari Jepang, membuat desain kemasan, sampai perlengkapan dapur dan membayar karyawan.
Kini kemasan SEGO NJAMOER sudah mengalami perubahan. Semula, nasi yang tengahnya diberi jamur ini hanya dibungkus kertas biasa, kemudian dipermanis. Nasi jamur seberat 115 gram itu dipres dalam cetakan sampai padat, kemudian dimasukkan ke dalam kertas yang sudah diberi label.
Pada
awal usaha berdiri, dalam sebulan mereka menghabiskan sekitar 200 kilogram
jamur tiram yang diambil dari Mojokerto. Tapi jumlah itu semakin hari semakin
meningkat bersamaan dengan lokasi penjualan yang semakin meluas. Semula, yang
mereka hanya menjual di lingkungan kampus ITS, kemudian mulai berekspansi
dengan menyewa tempat di berbagai perguruan tinggi di Surabaya, seperti Unair,
Unesa, Stikom, serta Ubaya. Bakan selain Surabaya, kini mereka juga sudah mulai
merambah wilayah Mojokerto, Sidoarjo, Jogjakarta, Malang, dan Madiun.
Kendati saat ini booth SEGO NJAMOER juga sudah ada di beberapa mini market, namun mereka tetap berkonsentrasi untuk berjualan yang utama di kawasan kampus. Lantaran pembeli di kampus nyaris tak pernah habis dan terus berkelanjutan, mengingat setiap tahun selalu ada mahasiswa baru.
Bersamaan dengan meningkatnya omzet, mereka pun juga mulai berinovasi dalam produk. SEGO NJAMOER yang semula hanya punya satu rasa, kini sudah ada tiga varian rasa. Ada rasa original, nasi uduk jamur, dan nasi merah jamur. Untuk yang beras merah harganya jelas lebih mahal, yaitu seporsi Rp 5 ribu. Sedangkan yang lainnya antara Rp 3.500 sampai Rp 4000.
Dengan jumlah total 22 booth yang tersebar di sekitar Surabaya dan Jawa Timur itu, sembilan di antaranya milik mereka sendiri dan yang lainnya diwaralabakan ke pihak lain. Namun untuk sistem waralaba mereka tidak menerapkan waralaba murni, karena bila ada orang lain yang berminat membuka booth SEGO NJAMOER cukup membayar Rp 12 juta untuk membeli semua perlengkapan, dari mulai booth, hingga tehnik memasak dan memasarkanya, tanpa harus memberi persentase penghasilan lagi, kecuali untuk yang membeli bahan dari mereka.
Dengan usaha mereka menciptakan produk SEGO NJAMOER, mereka pernah keluar sebagai juara dua dalam Pekan Mahasiswa Nasional, serta juara lain di berbagai lomba bidang kewirausahaan. Namun kesuksesan itu tidak lantas membuat mereka sudah puas dengan hanya membuat nasi jamur saja. Mereka pun terus berusaha mencari ide lain yang bisa dikembangkan, dan kini sudah ada beberapa yang masuk tahap uji coba.
No comments:
Post a Comment